Selasa, 21 Februari 2012

Tuna Rungu


 Anak Tunarungu
Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka hanya berisyarat.
Dari ketidakmampuan anak tunarungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tunarungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari.
Batasan ketunarunguan tidak saja terbatas pada yang kehilangan pendengaran sangat berat, melainkan mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat ringan, sedang, berat sampai sangat berat. Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua kelompok.
Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar.
Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.
Heward & Orlansky memberikan batasan ketunarunguan sebagai berikut :
Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.
Kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang kehilangan pendengarannya secara nyata yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus, baik tuli maupun kurang mendengar dikatakan sebagai ganggunan pendengaran (hearing impaired).
Dari berbagai batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar ketunarunguan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan khsusus.

Klasifikasi Tunarungu
a. Berdasarkan tingkat kerusakan/kehilangan kemampuan mendengar percakapan/bicara orang digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu
  1. Sangat ringan 27 – 40 dB
  2. Ringan 41 – 55 dB
  3. Sedang 56 – 70 dB
  4. Berat 71 – 90 dB
  5. Ekstrim 91 dB ke atas Tuli
b. Ketunarunguan berdasarkan tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas
  1. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
  2. Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan tuli sensoris

Karakteristik Ketunarunguan
Kognisi anak tunarungu antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar.
  2. Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
  3. Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak mendengar terutama pada informasi yang bersifat suksesif/berurutan.
  4. Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
  5. Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah.
 Lingkup Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
  1. TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
  2. SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial.
  3. SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar