Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan pengajaran. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di sekolah. Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta sarana bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi.
Sekolah bagi anak berkebutuhan khusus
Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk tuna rungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB. Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak normal. SLB dikategorikan berdasarkan jenis dari kebutuhan khusus yaitu, antara lain:
1. SLB A sekolah untuk bagi anak yang mempunyai gangguan penglihatan atau tuna netra.
2. SLB B sekolah untuk anak yang mempunyai gangguan pendengaran atau tuna rungu.
3. SLB C sekolah untuk anak yang mempunyai masalah mental atau tuna daksa
Sekolah bagi anak tuna rungu
Pada awalnya bagi orang tua yang mempunyai anak dengan masalah gangguan pendengaran pilihan pertama untuk menyekolahkan anak adalah di SLB, hal ini disebabkan minimnya pengetahuan orang tua dalam membesarkan anak dengan gangguan pendengaran, termasuk memberikan pendidikan. Tapi pada perkembangan selanjutnya banyak kasus yang membuktikan bahwa anak dengan gangguan pendengaran dapat bersekolah di sekolah umum hal ini tak lepas dari beberapa faktor yang mendukung meningkatnya kualitas komunikasi 2 arah, yaitu:
1. Kemajuan teknologi alat bantu dengar yang dapat menjangkau semua tingkat gangguan pendengaran dengan hadirnya teknologi digital, FM system dll.
2. Kemajuan dunia medis dengan operasi kohlea.
3. Beragamnya metode terapi yang dapat dipilih dan yang dapat disesuaikan bagi kebutuhan anak seperti speech therapy (terapi wicara), audio verbal therapy (terapi mendengar) dan Natural Auditory Oral (NAO) dll.
Banyak pula orang tua yang berpendapat bahwa SLB adalah sarana pendidikan yang paling baik bagi anak hal ini disebabkan oleh beratnya tingkat gangguan pendengaran yang mempengaruhi kemampuan komunikasi hingga belum dapat berkomunikasi verbal 2 arah yang dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa kasus jenjang pendidikan yang diambil oleh orang tua dalam menyekolahkan anak dengan gangguan pendengaran :
1. Bersekolah di SLB, dari awal pra sekolah, TK hingga pendidikan menengah atas (SMA) bersekolah di SLB.
2. Bersekolah di SLB kemudian pindah ke sekolah umum, dengan melihat perkembangan kemampuan komunikasi 2 arah yang makin baik banyak orang tua berkeyakinan bahwa anak dapat bersekolah di sekolah umum, biasanya hal ini dimulai selepas dari TK atau SD.
3. Bersekolah di sekolah umum, beberapa kasus menunjukkan bahwa anak dengan gangguan pendengaran dapat bersekolah di sekolah umum sejak TK hingga SMA, dengan dibantu dengan terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak secara intensif sejak balita.
Terdapat perbedaan yang yang mendasar antara bersekolah di SLB atau umum yaitu:
1. Kurikulum
a. SLB sudah mempunyai kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan gangguan pendengaran.
b. Sekolah umum tidak mempunyai kurikulum khusus bagi anak dengan gangguan pendengaran, anak harus berusaha lebih agar dapat mengikuti tahapan pembelajaran (kurikulum) di sekolah serta berkompetisi dengan teman- temannya yang mendengar normal.
2. Guru
a. SLB mempunyai guru dengan latar belakang pendidikan bagi anak yang mempunyai gangguan pendengaran.
b. Banyak Sekolah umum tidak mempunyai guru dengan latar belakang pendidikan bagi anak yang mempunyai gangguan pendengaran. Akan tetapi belakangan ini pemerintah melalui SD Negeri mempunyai program inklusi bagi anak dengan kebutuhan khusus dengan menyediakan guru pendamping kelas.
3. Jumlah murid
a. Jumlah murid di SLB cenderung sedikit karena di dalam sistem pengajaran menitikberatkan sistem individual.
b. Jumlah murid cenderung banyak dan bersifat klasikal, anak dituntut untuk banyak bertanya apabila tidak memahami.
4. Kualitas komunikasi
a. Kualitas komunikasi verbal anak dengan gangguan pendengaran yang bersekolah di SLB biasanya tidak sebaik anak dengan gangguan pendengaran yang bersekolah di sekolah umum, hal ini bisa jadi disebabkan karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang normal. Penggunaan bahasa isyarat merupakan hal wajar untuk berkomunikasi di antara sesama.
b. Peningkatan kualitas komunikasi diperlihatkan karena anak dengan gangguan pendengaran dipaksa oleh keadaan untuk berusaha dengan keras berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak dan lingkungan yang mendengar.
Dari uraian tersebut diatas, ada baiknya bahwa orang tua harus berpandangan realistis dan meredam keinginan yang didasari oleh emosi di dalam menentukan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak, karena perkembangan intelektual, emosi serta perilaku setiap anak berbeda. Perlu penilaian, evaluasi serta observasi yang objektif oleh orang tua terhadap anak sebelum menentukan pilihan yang tepat untuk anak di dalam mendapatkan pendidikan.
Bukan berarti anak yang mempunyai gangguan pendengaran yang bersekolah di sekolah umum lebih baik kualitas hidupnya dari pada anak yang bersekolah di SLB, karena banyak juga anak-anak jebolan SLB yang berhasil menjadi seorang profesional bekerja secara formal. Begitu juga sebaliknya banyak pula anak dengan gangguan pendengaran yang bersekolah di sekolah umum yang berhasil pula menjadi seorang profesional. Jadi sekolah dimanapun baik di sekolah umum atau SLB bukan hal yang perlu dipermasalahkan asal pilihan orang tua sesuai dengan kemampuan anak. Dan tugas kita sebagai orang tua untuk terus membimbing, menemukan bakat serta potensi agar anak siap di kehidupan yang akan datang. Mungkin hal yang perlu didengungkan adalah semangat 'everybody is equal' atau semua mempunyai kesempatan yang sama di dalam hidup, termasuk di dalamnya memperoleh pendidikan dan kesempatan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar